cybermap.co.id – Pemasangan chairlift di kawasan Candi Borobudur tengah menjadi sorotan publik. Teknologi ini digadang-gadang sebagai solusi ramah lansia dan disabilitas untuk menikmati kemegahan warisan budaya dunia tanpa harus menaiki tangga curam. Namun, sebagian masyarakat bingung: apa sebenarnya perbedaan chairlift dengan eskalator?

Chairlift adalah kursi gantung yang bergerak di atas kabel, mirip dengan yang biasa ditemukan di tempat wisata pegunungan atau resort ski. Alat ini memungkinkan pengunjung duduk dengan nyaman sambil dibawa melintasi jalur tertentu di udara. Di Borobudur, chairlift direncanakan untuk memudahkan akses ke bagian atas candi tanpa menyentuh struktur asli yang rentan aus akibat pijakan.

Sementara itu, eskalator adalah tangga berjalan yang biasanya digunakan di pusat perbelanjaan atau stasiun. Meski sama-sama berfungsi untuk memindahkan orang ke tempat lebih tinggi, eskalator menuntut pengguna untuk berdiri atau berjalan di atasnya. Selain itu, pemasangannya memerlukan perubahan permanen pada struktur bangunan, yang bisa berdampak langsung pada kelestarian cagar budaya.

Perbedaan utama keduanya terletak pada bentuk, cara kerja, serta dampaknya terhadap situs bersejarah. Chairlift dianggap lebih aman bagi struktur candi karena pemasangannya tidak langsung bersentuhan dengan batu-batu kuno.

Meski begitu, wacana ini tetap menuai pro dan kontra. Sebagian mendukung karena mempertimbangkan aksesibilitas, sementara yang lain khawatir terhadap keaslian pengalaman dan dampak visualnya.

Dengan mempertimbangkan kebutuhan wisatawan sekaligus menjaga warisan budaya, solusi teknologi seperti chairlift perlu ditinjau secara matang. Keputusan akhirnya harus berpihak pada pelestarian, tanpa mengabaikan inklusivitas.

Similar Posts