cybermap.co.id – Di sebuah rumah kecil di pinggiran kota, suasana duka menyelimuti ruang tamu yang sederhana. Seorang anak laki-laki berusia 13 tahun duduk bersila di samping jenazah ayahnya, tanpa sanak saudara lain di sekelilingnya. Pemandangan ini bukan hanya menyayat hati, tetapi juga menggambarkan ketegaran yang luar biasa dari seorang anak yang terlalu muda untuk kehilangan, namun terlalu kuat untuk larut dalam kesedihan.

Kisah ini bermula ketika sang ayah, seorang buruh harian lepas, meninggal dunia secara mendadak di rumah karena serangan jantung. Ibu sang anak telah meninggal lebih dulu beberapa tahun lalu. Sejak saat itu, hanya sang ayah yang menjadi tumpuan hidup, sekaligus sosok pahlawan dalam hidup sang anak.

Saat kejadian, anak itu sendirian. Ia yang menemukan ayahnya tak lagi bernapas, langsung mencoba menghubungi tetangga dengan ponsel sederhana peninggalan ayahnya. Namun, sebelum bantuan datang, ia memutuskan untuk tetap berada di sisi jenazah ayahnya. Duduk diam, menggenggam tangan yang telah dingin, ia berbisik pelan, “Aku di sini, Yah. Aku nggak ke mana-mana.”

Selama hampir lima jam, ia duduk di sana, menjaga jenazah ayahnya dengan mata sembab dan perut kosong. Bukan karena ia tak mengerti kematian, tetapi karena rasa cinta dan tanggung jawab yang sudah terlalu besar untuk anak seusianya. Dalam sunyi dan duka, ia tidak menangis histeris, hanya diam dan terus menemani, seolah memahami bahwa kepergian ayahnya adalah akhir dari satu bab, tapi juga awal dari perjuangan baru.

Kabar tentang anak ini menyebar cepat lewat media sosial setelah seorang tetangga membagikan kisah tersebut. Warganet memberikan simpati luar biasa. Tak sedikit yang tersentuh dan ingin membantu. Beberapa komunitas

Apa yang membuat kisah ini begitu menggugah bukan hanya karena kesedihan yang mendalam, tetapi karena keberanian dan keteguhan hati seorang anak kecil yang tidak meninggalkan ayahnya hingga akhir.

Similar Posts