cybermap.co.id – Garis kemiskinan (GK) adalah indikator penting dalam mengukur tingkat kemiskinan suatu negara. Namun, meskipun tujuannya sama, yaitu untuk mengetahui proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, cara penghitungan garis kemiskinan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia berbeda dengan yang diterapkan oleh Bank Dunia. Perbedaan ini bisa memengaruhi hasil pengukuran kemiskinan dan kebijakan yang diambil berdasarkan data tersebut. Mari kita lihat lebih dalam mengenai bagaimana masing-masing lembaga menghitungnya dan mengapa ada perbedaan antara keduanya.

1. Definisi Garis Kemiskinan

Garis kemiskinan adalah tingkat pendapatan atau pengeluaran minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup, seperti pangan, pakaian, dan tempat tinggal. Setiap negara atau lembaga internasional memiliki pendekatan yang berbeda dalam menetapkan garis ini, baik dari segi kategori barang dan jasa yang dihitung, metodologi yang digunakan, serta standar yang digunakan.

2. Metode Penghitungan Garis Kemiskinan oleh BPS

Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia menggunakan pendekatan berbasis pengeluaran dalam mengukur garis kemiskinan. BPS mengategorikan kemiskinan berdasarkan dua komponen utama: kebutuhan pangan dan non-pangan.

  • Kebutuhan Pangan: Ini mencakup jumlah kalori yang diperlukan oleh seseorang setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar tubuh. BPS menggunakan data pengeluaran rumah tangga untuk menentukan rata-rata pengeluaran per kapita yang diperlukan untuk memperoleh makanan yang cukup.
  • Kebutuhan Non-Pangan: Setelah menentukan pengeluaran untuk pangan, BPS juga memperhitungkan pengeluaran untuk kebutuhan non-pangan, seperti pakaian, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. BPS mengukur komponen-komponen ini dengan menggunakan data survei sosial ekonomi rumah tangga (Susenas).

Dalam penghitungan BPS, garis kemiskinan dihitung berdasarkan pengeluaran per kapita rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan minimum tersebut. Garis kemiskinan ini diperbarui setiap tahun sesuai dengan inflasi dan perubahan dalam pola konsumsi masyarakat.

3. Metode Penghitungan Garis Kemiskinan oleh Bank Dunia

Di sisi lain, Bank Dunia menggunakan standar internasional untuk mengukur garis kemiskinan. Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan yang lebih sederhana dan umumnya berbasis pendapatan, bukan pengeluaran. Garis kemiskinan internasional yang paling dikenal adalah USD 1,90 per hari (sejak 2015), yang merupakan garis kemiskinan ekstrem.

Bank Dunia memperhitungkan kebutuhan dasar untuk hidup dalam standar internasional, dengan fokus pada pengeluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam konteks yang lebih global. Meski demikian, angka ini sering dianggap sebagai garis kemiskinan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan standar lokal di banyak negara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, meskipun Bank Dunia menggunakan angka yang konsisten secara global, garis kemiskinan yang dihitung di tingkat negara sering kali lebih tinggi untuk mencerminkan perbedaan biaya hidup di masing-masing tempat.

4. Perbedaan dalam Angka dan Implikasi Kebijakan

Perbedaan dalam cara penghitungan garis kemiskinan antara BPS dan Bank Dunia menciptakan perbedaan dalam hasil pengukuran kemiskinan. Di Indonesia, BPS biasanya melaporkan persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan nasional, yang cenderung lebih tinggi daripada angka yang dihitung dengan standar Bank Dunia.

  • BPS: Menghitung garis kemiskinan dengan mempertimbangkan pengeluaran per kapita untuk kebutuhan pangan dan non-pangan, yang lebih mencerminkan kondisi sosial-ekonomi lokal. Misalnya, dalam laporan terbaru, garis kemiskinan di Indonesia diperkirakan sekitar Rp 500.000 per bulan per orang (tergantung wilayah dan inflasi).
  • Bank Dunia: Dengan menggunakan standar internasional (USD 1,90 per hari), garis kemiskinan di Indonesia akan terlihat jauh lebih rendah jika dihitung berdasarkan pengeluaran dalam dolar AS. Namun, angka ini tidak memperhitungkan perbedaan biaya hidup yang signifikan di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Perbedaan ini berimplikasi pada kebijakan kemiskinan. Pemerintah Indonesia, misalnya, dapat merancang program bantuan sosial dan kebijakan penanggulangan kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan yang lebih relevan dengan kondisi lokal. Di sisi lain, Bank Dunia mungkin menggunakan standar garis kemiskinan internasional untuk membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara.

5. Mengapa Ada Perbedaan?

Ada beberapa alasan mengapa BPS dan Bank Dunia menggunakan pendekatan yang berbeda dalam menghitung garis kemiskinan:

  • Konteks Lokal vs. Internasional: BPS menyesuaikan garis kemiskinan dengan kondisi sosial dan ekonomi Indonesia, yang memperhitungkan berbagai faktor lokal seperti pola konsumsi masyarakat dan inflasi. Bank Dunia, sementara itu, lebih fokus pada ukuran yang dapat digunakan untuk membandingkan kemiskinan antarnegara di tingkat global.
  • Pendekatan Berbeda: BPS lebih menekankan pada pengeluaran, sedangkan Bank Dunia menggunakan pendekatan berbasis pendapatan. Pengeluaran dianggap lebih mencerminkan kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sedangkan pendapatan lebih menunjukkan potensi daya beli.
  • Tujuan Penghitungan: BPS bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai keadaan kemiskinan di Indonesia. Sementara itu, Bank Dunia bertujuan untuk memberikan ukuran kemiskinan yang dapat digunakan secara global, meskipun hal ini tidak selalu mencerminkan perbedaan dalam biaya hidup antarnegara.

6. Kesimpulan

Perbedaan dalam penghitungan garis kemiskinan antara BPS dan Bank Dunia mencerminkan perbedaan dalam metodologi dan tujuan masing-masing. Meskipun Bank Dunia memberikan standar garis kemiskinan yang seragam secara internasional, penghitungan BPS lebih berfokus pada konteks lokal Indonesia. Oleh karena itu, pemahaman tentang garis kemiskinan harus dilakukan dengan hati-hati, tergantung pada kerangka pengukuran yang digunakan, dan lebih baik jika disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi setempat.

Perbedaan ini tidak membuat satu penghitungan lebih benar atau lebih salah, melainkan mencerminkan kebutuhan untuk mempertimbangkan berbagai faktor yang memengaruhi standar hidup dan kesejahteraan masyarakat di masing-masing negara.

Similar Posts