cybermap.co.id – Malang, kota yang terkenal dengan keindahan alam dan budaya, kini menghadapi persoalan serius yang melibatkan kehidupan rumah tangga warganya. Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dilaporkan mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini turut memicu lonjakan angka perceraian di wilayah tersebut, memunculkan keprihatinan dari berbagai kalangan, termasuk Ketua DPRD Malang.
Statistik Mengkhawatirkan
Data yang diperoleh dari Pengadilan Agama Malang menunjukkan lonjakan kasus perceraian yang berkaitan langsung dengan laporan KDRT. Pada tahun ini saja, sudah terjadi peningkatan sekitar 20% dibandingkan tahun sebelumnya. Mayoritas korban KDRT adalah perempuan, yang merasa tak lagi mampu mempertahankan rumah tangga karena perlakuan kasar dari pasangan mereka.
Menurut laporan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Malang, faktor ekonomi, komunikasi yang buruk, hingga kecanduan seperti judi dan alkohol menjadi pemicu utama KDRT di wilayah ini. Kondisi pandemi yang memaksa banyak keluarga berada dalam tekanan ekonomi dan psikologis turut memperparah situasi.
Ketua DPRD Angkat Bicara
Ketua DPRD Malang, Ahmad Fauzi, menyatakan keprihatinannya terhadap situasi ini. Ia menegaskan bahwa pemerintah dan masyarakat harus bersinergi dalam menekan angka KDRT dan perceraian. “Kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya masalah individu, tapi juga masalah sosial yang harus kita tangani bersama,” ujar Ahmad Fauzi dalam sebuah konferensi pers.
Fauzi menyoroti pentingnya edukasi pranikah sebagai langkah preventif. Ia mengusulkan agar pasangan yang akan menikah diwajibkan mengikuti program konseling yang menekankan komunikasi efektif, manajemen konflik, dan tanggung jawab bersama dalam pernikahan. Selain itu, ia juga meminta agar lembaga perlindungan perempuan diperkuat untuk memberikan bantuan hukum dan psikologis bagi korban KDRT.
Dukungan Pemerintah dan Komunitas
Pemerintah Kota Malang telah mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah ini. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memperbanyak posko pengaduan kekerasan berbasis komunitas di berbagai kelurahan. Posko ini bertujuan untuk mempermudah akses bagi korban KDRT dalam melaporkan kejadian tanpa rasa takut atau stigma.
Selain itu, kerja sama dengan organisasi non-pemerintah (NGO) seperti Komnas Perempuan dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) juga diperkuat. Program-program edukasi masyarakat tentang hak asasi perempuan dan perlindungan hukum menjadi agenda utama.
Tidak hanya itu, komunitas lokal di Malang mulai menunjukkan perannya dengan mengadakan kampanye anti-KDRT melalui media sosial dan kegiatan offline. Misalnya, kegiatan seminar dan diskusi di tingkat RT/RW tentang pentingnya menjaga harmoni dalam rumah tangga.
Peningkatan Kesadaran Masyarakat
Kasus KDRT di Malang yang semakin mencuat juga menandakan peningkatan kesadaran masyarakat untuk berani melaporkan. Jika sebelumnya banyak korban memilih diam karena takut atau malu, kini semakin banyak yang berani mengambil langkah hukum. Namun, ini tidak berarti masalah sudah selesai. Banyak korban masih membutuhkan dukungan berkelanjutan untuk keluar dari trauma.
Ketua DPRD Malang juga menekankan pentingnya perubahan budaya yang mendukung kesetaraan gender. “Kita harus mulai mengubah cara pandang kita terhadap hubungan suami-istri. Tidak ada tempat untuk kekerasan dalam rumah tangga, apa pun alasannya,” tegasnya.
Kesimpulan
Lonjakan kasus KDRT dan perceraian di Malang adalah masalah serius yang membutuhkan perhatian dari semua pihak. Pemerintah, komunitas, dan masyarakat umum harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua keluarga.
Langkah-langkah preventif seperti edukasi pranikah, peningkatan layanan untuk korban, serta kampanye kesadaran masyarakat sangat penting untuk menekan angka KDRT. Dengan komitmen bersama, Malang dapat kembali menjadi kota yang tidak hanya indah secara alamiah, tetapi juga harmonis dalam kehidupan sosial masyarakatnya.